MINTA PENANGGUHAN - Gahar selaku Kuasa Hukum Karya Cs saat berada di Kantor BPN Kanwil Kalteng. FOTO: IST FOR RK
RADARKALTENG.COM, SAMPIT – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah (Kanwil) Kalimantan Tengah diminta untuk menangguhkan pengajuan peta kadestral perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Katingan Indah Utama (KIU) yang bersengketa dengan masyarakat Desa Tehang, Kecamatan Parenggean, Kotim.
Gahara, selaku Penerima Kuasa Karya Cs, mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat ke BPN Kanwil Kanteng berisi tentang permohonan penangguhan penerbitan peta kadestral PT. KIU. Dengan pertimbangan, lahan tersebut masih bersengketa dengan Karya Cs.
“Kita berharap, BPN menangguhkan proses kadestral PT. KIU. Mengingat, sengketa lahan yang terjadi sampai kini belum selesai,” ujar Gahara, Rabu (09/09/2020).
Gahara menyebutkan, sudah menyurati BPN kembali beberapa hari lalu. Surat itu sekaligus menindaklanjuti surat mereka tertanggal 13 Agustus 2020, perihal penangguhan tanda tangan peta kadestral yang ditujukan kepada Camat Parenggean dan Kades Tehang karena lahan yang diklaim belum ada penyelesaian dan agar ditangguhkan.
Dijelaskannya, adapun areal pemetaan itu masuk dalam kawasan Desa Tehang seluas 281,5 hektare sebagaimana bukti peta lokasi serta titik koordinat yang turut dilampirkan dalam bukti surat mereka itu.
“Kami minta perusahaan menyelesaikan permasalahan ini, jangan buat berlarut-larut, kami minta BPN jangan sampai menerbitkan peta kadestral itu sepanjang belum clear masalah ini,” tandas Gahara.
Sengketa lahan antara salah satu perkebunan kelapa sawit dengan warga Desa Tehang, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur terjadi sejak 2006 dengan kelompok Kariya Cs. Hingga kini sengketa itu tidak juga selesai, bahkan yang mengejutkan perusahaan mengajukan peta kadestral di areal itu.
Gahara, kuasa dari kelompok Kariya Cs mengatakan, masalah ini berawal pada 2006 silam, warga Desa Hanjalipan mendatangi Kariya yang saat itu menjabat sebagai Kades Tehang. Warga meminta bantuan Kariya, untuk mengurus lahan mereka yang masuk areal Desa Tehang yang bersengketa atau digarap salah satu perusahaan sawit itu tanpa ganti rugi.
Berselang beberapa tahun hingga 200,8 tidak ada juga penyelesaian dan akhirnya warga Hanjalipan menjual lahan mereka seluas 56 hektare itu kepada Kariya. Pada 2017, Kariya melakukan klaim lahan atas tanahnya itu bersama warga yang memiliki lahan dengan total luasan 281,5 hektare.
Hingga terjadi pertemuan antara mereka dan perusahaan serta pihak desa dan kecamatan dan dilakukan beberapa kali pertemuan pada 14 Oktober, 1 September, 14 November dan 24 November 2020 tanpa ada kesepakatan.
Warga pada Februari 2018 memasang Hinting, namun dilepas setelah ada kesepakatan ganti rugi dan dilakukan pertemuan pada 1 Agustus 2018. Warga meminta ganti rugi Rp15 juta per hektar, sementara perusahaan hanya sanggup Rp 7 juta per hektar.
Kemudian mereka bertemu lagi, setelah itu dan tidak ada kesepakatan. Hanya saja saat itu, warga minta ganti rugi per hektar lahan mereka Rp12,5 juta dan perusahaan menyanggupi Rp 8 per hektar. Setelah tidak ada kesepakatan pada 17 Juli 2019, Kariya Cs ditangkap di Jakarta dengan laporan dugaan pemerasan oleh PT. KIU. Namun akhirnya, mereka dilepas dan kini tidak jelas proses kasusnya.
“Nah sekarang sudah berjalan setahun lebih dari kasus penangkapan itu, kemudian muncul perusahaan mengajukan peta kadestral kepada BPN. Ini yang kita minta agar ditanggungkan. Bayangkan, tahun tanam 2005, sekarang 2020, artinya selama 15 tahun PT. KIU tidak menagantongi HGU,” pungkasnya. (spt/rk)
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Copyright © Radar-Kalteng.com