RADARKALTENG.COM, SAMPIT – Kasus dugaan kriminalisasi atas penangkapan empat warga Desa Tehang, Kecamatan Parenggean, Kotim, oleh pihak perusahaan PT. Katingan Indah Utama (KIU) Makin Grup dan Polres Metro Jakarta Utara, masih terus berlanjut.
Untuk mencari titik terang terkait masalah yang berawal dari sengketa lahan tersebut, pihak penerima kuasa bersama perwakilan dari empat warga Tehang, melakukan audensi dengan pemerintah daerah di Ruang Rapat Setda Kotim, Selasa (03/09/2019).
Hadir dalam kegiatan itu, Sekda Kotim Halikinnor, perwakilan dari Polres Kotim, Kodim/1015 Sampit, Ketua LSM Balanga, Gahara selalu penerima kuasa, Camat Parenggean, perwakinan DAD dan beberapa Damang Kepala Adat.
Dalam rapat tersebut, Sekda memberikan waktu kepada Gahara untuk memaparkan seperti apa persitiwa awal sehingga empat warga, Kariya, Moses, Ruditman dan Misba tersebut sampai diamankan oleh Polres Jakarta Utara.
Gahara menjelaskan, bahwa masalah bersumber dari kasus sengketa lahan seluas 281 hektare antara warga Tehang dengan PT. KIU. Bermula saat pihak warga melakukan klaim lahan dengan permotalan atas lahan yang bersengketa, dimana warga mengantongi bukti kepemilikan berupa SKT.
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan, akhirnya pada 1 Agustus 2018 PT. KIU dan warga melakukan pertemuan di Sampit, untuk membicarakan opsi penyelesaian sengketa tersebut. Dimana dalam pertemuan itu, ada dua opsi kesepakatan.
“Obsi pertama, PT. KIU bersedia melakukan pembayaran dan harga Rp7 juta per hektar. Tetapi, masyarakat mengajukan Rp15 juta per hektar. Untuk opsi kedua, lahan itu dijadikan lahan kemitraan dengan biaya investasi sebesar Rp10 miliar lebih. Pihak perusahaan berjanji, akan mengeksekusi hasil petemuan itu satu setengah bulan kemudian,” imbuh Gahara.
Tidak ada kejelasan, pada 1 Oktober 2018, pihak perusahaan kembali mengundang warga untuk pertemuan di Sampit. Dalam pertemuan itu, perusahaan bersedia menaikkan nilai tawar menjadi Rp8 juta per hektar. Masyarakat kembali menawarkan dengan harga Rp12 juta per hektar. “Untuk opsi kedua, tetap pada kemitraan,” jelasnya.
Setelah melewati negosiasi yang panjang itu, pada 16 Juli 2019 lalu, keempat warga yang dipercaya warga untuk mengurus lahan tersebut diajak pihak perusahaan untuk ke Jakarta. Alasan kala itu, untuk menerima pembayaran ganti rugi lahan dengan membawa seluruh bukti SKT asli ke Jakarta.
“Mereka berempat itu diundang ke Jakarta dan difasilitasi oleh perusahaan untuk tiket, hotel dan akomodasinya,” tambahnya.
Lanjut Gahara, negosiasi berlangsung di sebuah hotel kawasan Kelapa Gading, Jakarta. Setelah itu, pihak perusahaan sempat mengajak foto bersama. Dalam pertemuan itu, salah satu warga sempat merekam isi pembicaraan mereka dengan pihak perusahaan. Dimana pihak perusahaan memaksa keempatnya untuk menerima Rp50 juta dengan dalil, sebagai uang muka pembayaran.
Keempat warga tersebut terus menolak uang tersebut dan meminta pihak perusahaan, untuk membuatkan berita acara pembayaran sebagai pertanggungjawaban mereka terhadap ratusan warga Tehang. Namun, dalam isi rekaman yang diterima media ini, pihak perusahaan ngotot untuk memberikan uang tersebut dengan asalan kwitansi atau berita acaranya akan dibuat belakangan.
Lantaran tidak ada berita acaranya, mereka tetap menolak uang itu. Hingga kemudian, beberapa anggota kepolisian datang dan mengamankan keempatnya. “Kita berkeyakinan kasus ini tidak akan lanjut, karena Pasal 368 KHUP Jo Pasal 53 yang disangkan itu tidak memenuhi unsur,” tegas Gahara.
Dengan adanya pertemuan itu, Gahara berharap agar pemerintah daerah bisa membantu dalam penyelesaian ganti rugi lahan tersebut, dengan memanggil pihak PT. KIU dalam pertemuan selanjutnya. “Kita bisa saja melakukan permortalan, demo dan lainnya. Tapi kita meminta pemerintah daerah dulu untuk melakukan pendekatan persuasif terkait masalah perdatanya,” terangnya.
Setelah nendengan pemaparan tersebut, Sekda Kotim pun sempat kaget. “Inikan awalnya sengekta lahan, artinya perdata. Berarti, mereka (perusahaan) dengan sengaja menggiring masalah ini agar ada pidananya. Ini sudah tidak benar,” cetus Halikin.
Guna menyelesaikan sengketa lahanya, Sekda berhanji waktu dekat akan kembali mengadakan rapat, dengan memanggil PT. KIU. “Ok, uutuk rapat kali ini kita sepakati, bahwa untuk proses hukumnya, kita tunggu perkembangannya seperti apa. Nanti yg ditangani pemda adalah kasus lahannya. Untuk pertemuan berkiut, kita panggil perushaan nanti kita tanya masalah perizinannya segala,” ucap Halikin.
“Saya secara pribadi juga akan komunikasi dengan kasus lahan ini. Apakah perusahaan mau hancur-hancuran atau gimana nantinya,” tutupnya. (spt/rk)
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Copyright © Radar-Kalteng.com