TUNJUKAN BUKTI - Rutmiati menunjukan dokumen bukti perceraian dan saksi adat yang dijatuhkan kepada mantan suaminya, Senin (30/06/2020). FOTO: IST FOR RK
RADARKALTENG.COM, PALANGKA RAYA – Seorang Oknum Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) berinisial J yang diduga terlibat kasus perselingkuhan, diceraikan oleh istrinya, Rutmiati.
Namun, oknum kades tersebut justru menggugat harta goni gini atau harta bersama selama pernikahan yang sebelumnya telah diputuskan oleh pihak Mantir Adat yang menangani kasus perceraian tersebut. Dalam keputusannya, Mantir Adat menetapkan harta bersama menjadi hak dari anak pasangan tersebut.
Rutmiati menjelaskan, dirinya menikah dengan JB sejak Tahun 2001 lalu. Namun, pada Tahun 2016, Oknum Kades terpergok diduga melakukan perselingkuhan dengan wanita lain. Hingga kemudian, permasalahan tersebut ditangani secara adat oleh Mantir Adat Desa setempat.
Menurut wanita ini, penanganan kasus dugaan perselingkuhan memakan waktu hampir 3 bulan untuk menempuh mediasi. Namun, lanjut Rutmiati, selama waktu tersebut JB tidak pernah memenuhi panggilan penyelesaian dari pihak Mantir Adat. Hingga akhirnya, oleh pihak Mantir Adat diputuskan perceraian pernikahan antara Rutmiati dan JB yang telah memiliki dua orang anak.
“Dalam putusan itu, harta bersama selama pernikahan menjadi hak anak kami, seperti yang disepakati dalam surat perjanjian Kawin Adat sebelumnya. Termasuk sejumlah denda adat yang harus dibayarkan JB. Namun untuk sanksi denda adat, juga diabaikan JB,” jelas Rutmiati, Senin (30/06/2020).
Namun, ujar Rutmiati , setelah berselang beberapa tahun perceraian yang terjadi antara keduanya, pada Desember 2019 ternyata JB menggugat harta gono gini berupa sebidang tanah ukuran 20×42 meter yang telah menjadi hak kedua anaknya ke Pengadilan Negeri (PN) Pulang Pisau. Bahkan, dalam putusan majelis hakim pada pekan lalu, justru memenangkan JB atas kepemilikan tanah tersebut dengan alasan bahwa pernikahan yang pernah dilakukan keduanya tidak terdaftar di pencatatan sipil.
“Padahal pernikahan kami dijalankan secara agama dan adat. Bahkan, selama pernikahan kami juga memiliki Kartu Keluarga dan Akte kelahiran kedua anak kami juga ada. Kenapa pernikahan kami tidak diakui dan keputusan secara adat juga diabaikan” ungkap Rutmiti
Kecewa dengan putusan pengadilan tersebut, Rutmiati mengaku mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut dan melaporkan permasalahan ini ke DAD Provinsi Kalteng. “Saya hanya ingin mempertahankan hak kedua anak saya” pungkasnya. (rk)
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Copyright © Radar-Kalteng.com