FOTO ILUSTRASI
RADARKALTENG.COM, PURUK CAHU – Sangat memilukan, di tengah wabah pandemi global Covid-19 yang menimbulkan luka di tengah kehidupan masyarakat Indonesia, beberapa orang masih memeluk erat penyakit lama bernama intoleransi dan radikalisme.
Jika bicara masalah radikalisme di negeri ini, sudah banyak kasus bom bunuh diri yang terjadi akibat segelintir kelompok pengecut yang menyusahkan orang lain. Seringkali juga kita dengar kisah para wanita yang sudah berangkat ke sana penuh harapan, akibat janji manis tentang harta dan surga. Namun akhirnya, mereka hanya dijadikan budak seks untuk prajurit dan dipisahkan dari suaminya.
Seakan tidak ada habisnya, kalau kita bercerita tentang “Prestasi” ISIS, si penipu yang memainkan kebodohan serta akal sehat masyarakat awam dengan kedok religius serta rayuan ekonomis. Namun tetap saja, di luar sana masih ada orang yang memuja-muja mereka.
Saat ini gerakan terorisme dan rekanan ISIS misalnya JAD, JAT, MMI, JAS, Gepujarat, yang masih terus mengejar mimpi mengacaukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Termasuk menyakiti warga negaranya, hanya untuk menunjukan eksistensinya.
Tak perlu memviralkan video penyembelihan tawanan bak ayam potong, seperti yang dilakukan ISIS dulu. Para aparat keamanan penjaga kedaulatan NKRI telah berhasil mematahkan upaya dan niat buruk JAD, JAT, MMI, JAS, Gepujarat, sebelum mereka sempat meracuni hati serta pikiran anak-anak muda di negeri ini. Cukup melalui cara-cara humanis yang saling menguntungkan.
Namun demikian, perjuangan melawan intoleransi dan radikalisme belum selesai. Tanggung jawab dalam mengantisipasi gerakan radikalisme bukan hanya milik pemerintah saja, seluruh pihak termasuk masyarakat juga punya tanggung jawab yang sama.
Untuk melindungi kehidupan dan keluarga yang kita miliki sekarang, pergerakan radikalisme harus diwaspadai dan segera dilaporkan kepada pihak berwajib. Salah satunya, apabila menemukan orang tidak dikenal atau bahkan tetangga yang kelakuannya mencurigakan. Kita juga harus mewaspadai penyebaran hoax dan ujaran kebencian di medsos, karena materi radikalisme berasal dari medsos dan internet. (Fajar Pamungkas/Pemerhati Konflik Sosial)
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Copyright © Radar-Kalteng.com