BERI KETERANGAN - H. Rudy Tresna Yudha, SH, Mkn selaku Senior Manager Legal dari PT. BMB menjelaskan terkait pencabutan izin mereka oleh Menteri KLHK RI, Sabtu (08/01/2022). (FOTO: IST FOR RK)
RADARKALTENG.COM, PALANGKA RAYA – Surat Keputusan (SK) Menteri KLHK RI yang mencabut izin sejumlah Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kalteng, berdampak pada terancamnya nasib ratusan pekerja PBS. Salah satunya ialah karyawan PT. Berkala Maju Bersama (BMB).
H. Rudy Tresna Yudha, SH, Mkn selaku Senior Manager Legal dari PT. BMB menjelaskan, perusahaan tersebut telah berdiri sejak 2011 lalu serta sudah mengantongi izin dari Kementerian Hukum dan HAM RI. Setelah melalui beberapa perubahan, saat ini PT. BMB telah memiliki lima perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Kabupaten Gunung Mas (Gumas), Provinsi Kalteng.
Untuk luas kawasan operasi sebesar 9.445.46 Ha, yang juga bermitra dengan skema Petani Plasma di Kecamatan Kurun dan petani mandiri di Kecamatan Manuhing dengan dengan pengelolaan masing-masing 3.000 Ha.
“Adanya pencabutan izin pelepasan kawasan hutan konversi yang sudah diperoleh PT. BMB, kami khawatirkan akan sangat berdampak pada sejumlah aspek,” ungkap Rudy kepada awak media, Sabtu (08/01/2022).
Dikatakannya, jika PT. BMB sudah mengantongi SK Pelepasan Kawasan sejak 2014 dan juga mengantongi izin usaha perkebunan (IUP) seluas 1.200 Ha. Termasuk sudah terdaftar dalam OSS, dan hal ini tentunya akan sangant kontradiktif dengan SK KLHK yang mencabut sejumlah izin PBS. Yaitu, pada sisi perizinan kehutanan dan perkebunan.
Sementara itu, lanjutnya, dari sisi Hukum Pertanahan PT. BMB sudah memiliki HGU seluas 9.445.56 Ha yang juga mencakup luasan pelepasan kawasan seluas 8.559 Ha yang sudah ditanami dan telah berdiri Pabrik Kelapa Sawit.
“Dengan kondisi ini, artinya SK Kementerian KLHK tersebut menambah ketidakjelasan status dan fungsi areal saat ini. Dimanan HGU hanya dapat terbit di area APL,” jelasnya.
Hal lainnya yang sangan berdampak dikatakan Rudy, ialah apabila izin PT. BMB benar-benar dicabut, maka akan mengancam nasib karyawan mereka yang berjumlah lebih dari 900 orang.
Karyawan tersebut sebagian besar merupakan masyarakat lokal dari Suku Dayak yang memang direkrut oleh PT. BMB yang didirikan oleh Cornelis N Anton. Dia juga merupakan putra asli Dayak Kalteng di Kabupaten Gunung Mas.
“Kondisi ini tentunya akan menimbulkan gejolak di masyarakat, jika izin PT. BMB dicabut. Belum lagi nasib masyarat sekitar yang menjadi peserta kebun plasma, yang juga akan merasakan dampak kerugian dari adanya SK tersebut,” tegas Rudy.
Untuk aktivitas perusahaan sendiri, Rudy menyampaikan bahwa PT. BMB tidak pernah mendapatkan peringatan tertulis dari Dinas Perkebunan. Untuk Penilaian Usaha Perkebunan (PUP), juga dengan hasil yang cukup baik.
Selain itu, PT. BMB juga tidak pernah mendapatkan peringatan tertulis atas evaluasi penggunaan lahan HGU dari Kemterian ATR/BPN. Artinya, lahan tersebut aktif digunakan dalam investasi perkebunan dan tidak diterlantarkan.
“Dengan sejumlah kondisi PT. BMB ini, kami mengharapkan agar pemerintah meninjau kembali SK Menteri KLHK. Peninjauan perlu dilakukan, untuk memberikan kepastian investasi,” pungkasnya. (bud)
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Copyright © Radar-Kalteng.com