RADARKALTENG.COM, SAMPIT – Dugaan penganiayaan terjadi di lingkungan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Karya Makmur Bahagia (KMB), di Kecamatan Antang Kalang. Seorang sopir truk perusahaan setempat bernama Ardianto mendapat bogem mentah dari dua orang oknum manajemen yang menjabat sebagai asisten manajer, hingga terjadi aksi saling balas.
Buntutnya setelah kasus itu didamaikan, Ardianto malah mendapat ‘kado’ pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pihak perusahaaan. Alasanya, melakukan pelanggaran berat berupa penganiayaan terhadap atasan.
Kasus itu terungkap, saat Ardianto mengadukan permasalahan dialaminya kepada Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim, M. Abadi.
Disebutkan Abadi, berdasarkan aduan Ardianto ini, kronologi kejadian bermula ketika korban mengurus istrinya yang hendak dimutasi oleh pihak managemen perusahaan tersebut.
“Terjadilah cekcok antara Ardianto dengan Davit, jabatan asisten, dan operator genset atas nama Rahman. Sehingga kemudian, terjadi pengeroyokan kepada Ardianto. Tidak terima, rekan Ardianto datang dan memukul balas. Yang saya tidak habis pikir kenapa di PHK. Sedangkan dasar PHK ini sudah barang tentu melalui prosedur yang ada yakni hasil keputusan sidang di pengadilan,” tegas Abadi, Selasa (18/08/2020).
Diungkapkan Abadi, semestinya, jika pun ada PHK perusahaan harus bersikap adil dalam kasus itu. Yakni, PHK harus diberikan kepada semua yang terlibat dalam keributan itu, salah satunya asisten dan operator genset.
“Namun jika berbicara aturan, pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja seketika tanpa minta persetujuan atau penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial,” tegasnya.
Sesuai Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor : SE 13 /Men/sj-hk/ 1/2005 terhadap tindakan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2003, sehingga Ketentuan Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
“Termasuk juga apabila dalam perjanjian kerja nersama dicantumkan klausula kesalahan berat sebagai alasan untuk melakukan PHK, maka ketentuan tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat,” sebutnya.
Perlu dicatat, terang Abadi, tindakan PHK apabila dipaksakan dilakukan tanpa proses hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut terhadap pekerja yang melakukan atau diduga melakukan kesalahan berat, berdampak pada hilangnya hak asasi karyawan atau pekerja yang bersangkutan, itu dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, serta melanggar azas praduga tidak bersalah atau preassumption of innocence
“Terkait masalah itu, saya meminta agar pihak Dinas Tenaga Kerja Kotim untuk mngecek peraturan perusahan tersebut. Karena diduga, bertentangan dengan praturan yang lebih tinggi,” pungkas Anggota Komisi II DPRD ini.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi pihak managemen PT KMB melalui, Sastra Arjuna Sitepu via pesan Watshapnya belum memberikan komentar terkait masalah itu. (spt/rk)
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
{{#message}}{{{message}}}{{/message}}{{^message}}Your submission failed. The server responded with {{status_text}} (code {{status_code}}). Please contact the developer of this form processor to improve this message. Learn More{{/message}}
{{#message}}{{{message}}}{{/message}}{{^message}}It appears your submission was successful. Even though the server responded OK, it is possible the submission was not processed. Please contact the developer of this form processor to improve this message. Learn More{{/message}}
Submitting…
Copyright © Radar-Kalteng.com